LEGENDA DAN SEJARAH DESA
Pada akhir Jaman Kerajaan Majapahit, Masyarakat masih memeluk agama para leluhurnya yaitu agama Hindu dan Budha. Untuk melaksanakan perintah-perintah agama, maka di tempat- tempat tertentu kelompok masyarakat bergotong-royong membangun tempat beribadah atau tempat pemujaan yang lazim disebut “ Candi”. Begitu pula masyarakat yang bertempat tinggal di lereng selatan Gunung Telomoyo. Dalam melaksanakan ibadahnya mereka ingin membuat sebuah candi. Keinginan masyarakat itu ternyata didukung oleh keadaan alamnya yang menyediakan banyak batu; serta penduduk yang taat beragama;rajin bekerja dan gemar dalam pahat memahat batu. Untuk melaksakan pekerjaan pembuatan candi itu, dibutuhkan peralatan yang memadai. Seperti palu, pahat, parang, cangkul, dan alat pertanian yang lain. Meskipun pada waktu itu sangat sulit mendapatkan bahan-bahan untuk membuat alat pertanian seperti besi dan baja, namun berkat keuletan penduduk, apa yang mereka butuhkan akhirnyan didapat juga.
Di bawah pengaruh dan pimpinan seorang tokoh masyarakat yang bernama Ki Canting dan Nyi Canting, maka dikumpulkanlah masyarakat untuk berembug dan bermusyawarah menentukan dimana candi itu akan dibangun dan dimana pula pusat pembuatan alat pertanian itu didirikan. Setelah musyawarah mencapai mufakat, maka pada waktu yang telah ditentukan penduduk secara bergiliran memulai mengerjakan sesuatu yang dinilai sangat luhur sesuai dengan panggilan agama mereka. Yang memahat batu terus memahat batu, yang menyediakan alat pertanian terus membuat alat pertanian, dan yang mencari batu pilihan terus juga menyediakan batu.
Pada awalnya pelaksanaan pembuatan candi itu berlangsung lancar dan aman meskipun akan memerlukan waktu panjang. Dunia memang tidak ada yang langgeng, terus saja berubah-ubah. Begitu juga yang menyangkut tentang budaya tingkah laku manusia serta agama. Di Pulau Jawa telah semakin kuat hembusan nafas agama baru berbau Islami yang disebarkan oleh para wali. Dan nafas Islami ini dirasakan pula oleh masyarakat yang tinggal di lereng selatan Gunung Telomoyo. Sehingga sedikit demi sedikit merubah pola pikiran, budaya dan keyakinan dalam beragama. Sebagai akibatnya secara perlahan-lahan pula kegiatan pembuatan candi yang bernafas Hindu Budha itu tidak diteruskan, akhirnya tidak berhasil diselesaikan. Agama merekan dari Hindu dan Budha Ke agama Islam. Karya-karya mereka yang berupa batu pahatan dan arca-arca sebagai layaknya bangunan candi masih dapat kita saksikan bersama walaupun sudah tersebar disana sini.
Di bawah ini adalah beberapa “ petilasan” yang erat hubungannya dengan legenda di atas :
· Tempat dimana akan dibangunnya candi yang berwujud arca-arca, disebut “ Ngreco”.
· Dusun tempat tinggal para pemahat candi disebut Dusun “Candi” yang sekarang dikenal dengan Dusun “Pandean Lor”.
· Dusun tempat orang-orang membuat alat pertanian atau pandhe. Disebut Dusun “Pandean” dikenal sebagai Pandean Kidul.
· Ki Canthing dan Nyi Canthing dianggap sebagai cikal bakal Desa Pandean, sampai sekarang makamnya masih dipepetri masyarakat.
· Desa Pandean yang sekarang ini adalah sebuah desa yang terletak di lereng selatan Gunung Telomyo, kelompok masyarakat yang didukung oleh tujuh peDusunan, yaitu :
1. Dusun pandean Lor
2. Dusun pandean Kidul dan Sidadap
3. Dusun Tanggulangin
4. Dusun Wonolobo
5. Dusun Dalangan
6. Dusun Digulan
Pandean diambil dari kata Pandhe yaitu tempat membuat alat pertanian seperti cangkul, parang, pahat, palu dan lain-lain.
“Pandean” sebuah desa yang dihuni oleh masyarakat yang mewarisi sifat luhur para pendahulunya yaitu taat beragama, guyup rukun, dan gemar membangun.